Minggu, 14 September 2014

Mental Block Workshop Sesi 2 By Mas Mono


Bos-bos yang saya cintai dan saya banggakan… !!

Saya kira bos-bos sekalian pasti sudah familiar sekali bukan Ayam Bakar Mas Mono ? Buat bos-bos yang berdomsili di Jabodetabek udah dong pastinya.. Buat yang belum tau sekaligus belum pernah ngerasain ueenaakknya ayam bakar Mas Mono pasti penasaran kan ?  Nah, bagi udah sering nongkrong disana nggak ada salah nya nih kita ngulik profilnya, gimana siih sebenarnya latar belakangnya ? dan gimana juga lika-liku perjalanan bisnis nya sampe bisa se “CETAR” ini bisnisnya ! ceileehh.. J abiss,,, gimana nggak CETARR, cabang nya udah 64 bo’ ! buset daah, apa rahasianya tuhh ? Anda Penasarann ?? Sama, saya juga !! hihi
YUK mari Merapat !!….
Berbekal ijazah SMA, Mas Mono hijrah dari Madiun ke Jakarta pada tahun 1994. Setibanya di Jakarta, Mas Mono, panggilan akrab Agus Pramono, tinggal dengan kakak pertamanya di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Karena tak ingin membebani sang kakak, anak kelima dari enam bersaudara ini lantas mencari pekerjaan. "Saya jadi sales makanan ringan seperti kacang. Saya jual dari satu warung ke warung lain, kisahnya". Setahun berjualan makanan, Mas Mono mendapat tawaran kerja sebagai office boy (OB) di sebuah perusahaan konsultan.  Tak punya pilihan lain, beliau pun menerima tawaran itu. "Dalam hati saya malu sekali. Saya disekolahkan paling tinggi dibandingkan dengan saudara-saudara saya yang lain, tapi kok ya jadi OB dengan gaji pas-pasan," tuturnya. Pekerjaan Mas Mono sehari-hari adalah menyapu, mengepel dan memfotocopi dokumen, namun, disela-sela mengerjakan tugas pokoknya tersebut, mono belajar untuk mengoperasikan komputer. setelah berhasil mengoperasikan komputer ia mencari hasil tambahan dengan melayani jasa pengetikan skripsi.
Selama menjadi OB, Mas Mono tak pulang kampung. Sebab, beliau tak punya cukup uang untuk membeli tiket kereta. Bila banyak orang merayakan Lebaran di tengah keramaian, Mas Mono malah sibuk mencari uang sebagai penjaga rumah orang yang sedang pergi berlibur. Pernah beliau tidak menjenguk ayahnya yang sakit lantaran tak punya tabungan. "Dari bapak saya sakit sampai meninggal di tahun 1998, saya tidak bisa ke Madiun. Itu tamparan keras buat saya," katanya mengenang.
Tahun 2001 menjadi awal pijakan Mono merambah dunia usaha. Beliau tinggalkan pekerjaannya sebagai OB dan beralih menjadi penjual gorengan. Dia berani berdagang walau tak punya keahlian apa pun tentang kuliner. "Saya cuma punya modal nekat," ujarnya. Di kamar sewaan berukuran 2,5 meter x 3 meter di Menteng Dalam, tempat tinggal Mas Mono dan istrinya, bahan gorengan disiapkan. Bila bahan sudah siap, ia mendorong gerobak gorengan tiap pagi.
Mau jadi pengusaha itu jangan terlalu banyak mikir “nanti gimana” tapi “gimana nantinya aja”, Ujarnya menasehati. “Dibuka dulu usahanya, kekurangan akan dibenahi seiring berjalannya waktu”, Tambahnya lagi.
Mas Mono berjualan keliling sekolah-sekolah dan kompleks perumahan. Jika azan maghrib telah berkumandang, ia dorong gerobak pulang dengan membawa Rp 15.000 di kantong. Terkadang, bila ramai pembeli, ia bisa bawa pulang Rp 20.000. Mas Mono sering berdagang gorengan di sekitar Universitas Sahid di Jalan Prof Dr Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan. Suatu hari, ketika ia tengah menunggu pembeli, ia terpikir berdagang ayam bakar. "Saat itu, jarang sekali orang jual ayam bakar. Ditambah lagi masih ada lahan kosong di sekitar kampus Sahid," ujarnya.
Yakin terjun ke usaha ayam bakar, Mas Mono pun mencari modal. Akhirnya, beliau mendapatkan modal Rp 500.000 untuk membeli bahan dan bumbu ayam bakar serta perlengkapan memasak. Awalnya, Mas Mono menyajikan ayam bakar, tempe, tahu, dan cah kangkung. Ketika itu, ia menjual seporsi nasi plus ayam bakar Rp 5.000. Rupanya banyak yang menyambangi gerobak Ayam Bakar Kalasan miliknya, baik mahasiswa, pegawai kantoran, dan orang yang lalu lalang di Jalan Soepomo.
Waktu itu, ia mengolah 80 ekor ayam per hari. Soal rasa, ia belajar otodidak dari saran dan kritik para pelanggan. "Ada yang bilang pakai bumbu ini, pakai kecap itu, nasinya jangan nasi pera,” ujarnya. Beliau pun mencoba menerima saran dan kritik pembelinya itu hingga benar-benar menemukan rasa khas Ayam Bakar Kalasan.
Kombinasi antara menu yang enak dan ketekunan, sedikit demi sedikit ayam bakar Mas Mono membuahkan hasil. hari demi hari, minggu berganti minggu, tahun beranjak tahun ayam bakarnya semakin laris. Warungnya yang semula hanya menghabiskan lima ekor ayam sudah mampu menjual 80 ekor ayam per harinya. karyawan yang semula hanya satu orang bertambah menjadi beberapa orang. “Meskipun warung saya hanya kaki lima, namun saya menerapkan standar operasional rumah makan besar. Karyawan memakai seragam, tidak memelihara kuku panjang, tidak berkumis dan tidak berjenggot,” terang Mas Mono.
Melihat pengunjung yang makin banyak, beliau pun memperluas lokasi usaha. Dengan bantuan lima karyawan, ia mengubah konsep tempat makan, dengan menempatkan meja dan kursi berpayung terpal.
Pada tahun 2004, gerai ayam bakar Mono kena gusur. Ia pun memindahkan gerainya ke Jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan. "Waktu itu, Tebet sepi, tidak seramai sekarang. Belum banyak usaha makanan juga," katanya. Dari sinilah, Ayam Bakar Kalasan makin dikenal luas dan punya banyak penggemar. Beliau pun kemudian membuka cabang di banyak tempat hingga beromzet ratusan juta rupiah per bulan.
“nggak ada yang tepuk tangan nih ? wuaah, baru kelas ini nih yang diem-diem aja nggak ada yang tepuk tangan” hahaha, cetusnya bergurau. Suasana yang hening pun kemudian menjadi riuh karena tepuk tangan mahasiswa.
Gimana bos, udah ada yang mulai nemuin inspirasi belum mau buka usaha apa biar bisa mendulang kesuksesan seperti Mas Mono atau lebih besar dari itu (aamiiin) dan yang paling penting kapan actionnya ? karena seperti yang dikatakan Mas Mono tadi jangan terlalu “njlimet” mikirnya nanti gimana, gimana kalo nggak laku, gimana kalo rugi ?! Justru inilah beruntungnya kita ketimbang Mas Mono atau pengusaha-pengusaha lainnya yang telah sukses terlebih dahulu, saat ini diusia kita yang masih muda, kita telah dibekali banyak ilmu dan motivasi serta dibagikan berbagai kisah dan pengalaman mereka. Banyak akses untuk kita mendapatkan ilmu, ada seminar, workshop dan lain-lain. Jadi, jangan sampaikan kita sia-siakan kesempatan yang ada ini, ilmu yang telah kita dapatkan mumpung usia kita masih muda. Setuju boss ??
Mau jadi pengusaha sukses itu harus siap ngerasain yang namanya jatuh bangun. Ingat nggak bos-bos semua waktu kita kecil dulu saat belajar naik sepeda ? nggak “kujuk-kujuk” langsung bisa bener kan ? pernah ngerasain jatuh, lututnya berdarah lalu nangis dan sebagainya. Tapi karena gigih dan kekehnya kita supaya pintar bersepeda, kita terus berlatih. Jatuh, coba lagi. Jatuh, coba lagi begitu seterusnya hingga akhirnya kita pandai. Dan banyak lagi mungkin pelajaran dimasa kecil yang bisa kita ambil pelajaran dan hikmahnya. Karena memang sudah Sunnatullahnya begitu, hidup ini berproses. 
Balik lagi ke Ayam Bakar Mas Mono, tau nggak bos-bos sekalian kalau usaha sama beliaunya nih udah banyak meraih penghargaan? Dan karena makin populer, beliau menerima tawaran iklan dari Telkomsel sebagai bintang iklan dengan honor ratusan juta. beuuuh, gilee benerrr !! Udah kaya artis aja nih mas ! hahaha. Kalau nggak percaya nih lihat aja… CRIIING... Eaaaakk

Nah, itu dia sederet penghargaan yang diraih Mas Mono, masih buanyak lagi sih sebenarnya. Bos-bos bisa tanya sama  mbah google deh, hehe.
Sekian dulu yak bos cuap-cuap tentang Mas Mono nya, semoga semangat dan kegigihan Mas Mono bisa tertular dan segera kita aplikasikan dalam action yang nyata hingga suatu hari ada yang postingin profil kita sebagai entrepreneur sukses seperti yang saya lakukan saat ini. Aamiin Ya Rabbal ‘alamiin..
Maaf kalo ada salah-salah kata yaahh..  J
Wassalam..  








EmoticonEmoticon